PENGARUH LAMA FERMENTASI DENGAN Saccharomyces cerevisiae TERHADAP KANDUNGAN ASAM AMINO DAN KECERNAAN ENERGI TEPUNG BIJI ASAM SANGRAI SEBAGAI PAKAN SUPLEMEN INDUK BABI BUNTING
Abstract
The study was carried out in 2 steps: Step I: fermentation of dried frying tamarind seeds meal (TSM) ) roasted and analysis of amino acid: and feeding trial for feeds intake and energy digestibility measurement (period ( II ). Completely randomized design of 5 treatments with 3 replicates procedures were applied in the step I.The 5 treatments applied were: R0: dried frying DTSM; R1: Moistening DTSM with 30mldistilled water: 50g TSM) and incubated for 12 hours; R2: Fermenting DTSM with Saccharomyces cerevisiae solution/scs(30mlscs0.3% Saccharomyces cerevisiae:50g TSM) and incubated for 12 hours; R3: Moistening DTSM with 30 ml distilled water:50g TSM) and incubated for 24 hours; and R4: Fermenting DTSM with Saccharomyces cerevisiae solution/scs (30mlscs0.3% Saccharomyces cerevisiae: 50g TSM) and incubated for 24 hours. Block design of 4 treatments with 3 replicates procedures were applied in the step II. There were12 sows of 1.5-2years of age with 137 – 170kg (CV = 12,22%) initial body weight.The 4 treatments offered were: R0: basal feed(formulated of 48% corn meal+ pollard 42% + concentratedt feed Hi grow KB3CP152 10%); R1: basal feed + 5% fermented DTSM; R2: basal feed + 7.5% DTSM; R3: basal feed + 10% DTSM. Descriptive analysis shows that R2 is the best treatment resulting the highest total amino acids 14.04%, essential 3.71% and non-essential amino acids 7.22%.The effect of supplementation fermented TSM up to 10% in the basal diet was not significant (p>0,05) on energy digestibility of the sows.The Conclusions can be defined is the process of roasting and fermentation conducted phase I descriptively on acid content amino acid from wheat seeds roasted with Saccharomyces cerevisiae for 12 hours had the average content. Supplementation of wheat seeds fermented sour 12 hours with Saccharomyces cerevisiae 5-10% in the ration sows are pregnant one month to produce the same relative energy digestibility.
ABSRTRAK
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap selama yakni: Tahap I untuk fermentasi tepung biji asam (TBA) sangrai dan analisis kandungan asam amino; dan Tahap II untuk pemberian pakan untuk pengukuran kecernaan energi. Rancangan untuk tahap I adalah rancanganacak lengkap dengan lima perlakuan dan tiga ulangan. Kelima perlakuan adalah: R0: TBA sangrai; R1: TBA sangrai dilembabkan dengan air dan disimpan 12 jam; R2: TBA sangrai difermentasi dengan larutan Saccharomyces cerevisiae selama 12 jam; R3: TBA sangrai dilembabkan dengan air dandisimpan 24 jam dan R4: TBA sangrai difermentasi dengan larutan Saccharomyces cerevisiaeselama 24 jam. Sedangkan untuk tahap II menggunakan rancangan acak kelompok yang terdiri dari empat perlakuan dan tiga ulangan. Penelitian Tahap II menggunakan 12 ekor induk babi peranakan sedang bunting yang berumur 1,5-2 tahun dengan berat badan awal 137 – 170kg (KV = 12,22%). Keempat perlakuan dimaksud adalah: R0: pakan basal; R1: pakan basal + 5% tepung biji asam hasil fermentasi (TBAF); R2: pakan basal + 7,5% TBAF; R3: pakan basal + 10% TBAF. Hasil uji deskriptif terhadap kandungan asam mino: total asam amino sebesar 14,04%, asam amino esensial 3,71% dan non-esensial 7,22% menunjukkan bahwa perlakuan R2 yang terbaik. Analisis ragam terhadap kecernaan energi menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh tidak nyata (p>0.05) terhadap kecernaan energi dan uji Duncan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antar rataan perlakuan dalam kecernaan energi. Kesimpulan yang dapat dirumuskan adalah proses sangrai dan fermentasi yang dilakukan tahap I secara deskriptif terhadap kandungan asam amino dari tepung biji asam sangrai dengan Saccharomyces cerevisiae selama 12 jam memiliki rataan kandungan. Suplementasi tepung biji asam hasil fermentasi 12 jam dengan Saccharomyces cerevisiae 5-10% dalam ransum induk babi yang sedang bunting satu bulan menghasilkan kecernaan energi yang relatif sama.
Downloads
References
Badan Pusat Statistik Provinsi NTT. 2010. Nusa Tenggara Timur (NTT) Dalam Angka. Katalog BPS.
Farida RW, Praptiwi, Semiadi G. 2000. Tanin dan pengaruhnya pada ternak. Jurnal Peternakan dan Lingkungan 6(3):66-71.
Frutos P, Hervás G, Giraldez FJ, Mantecón AR. 2004. Tannins and ruminant nutrition. Spanish Journal of Agricultural Research 2(2):191-202.
Hagerman AE.2002. Hand Book of Tannin. Miami University, Oxford.
Jacela JY, Rouchey JMD, Tokach MD, Goodband RD, Nelssen JL, Renter DG, Dritz SS. 2010. Feed additives for swine: fact sheets – prebiotics and probiotics, and hytogenics. A practice tip. J Swine Health Prod 18(3):132-136.
Lawrence N, Fagbenro O, Olanipekun S. 2004. Evaluation of tamarind (Tamarindus indica) seed meal as a dietary carbohydrate for the production of nile tilapia Oreochromis niloticus. Animal Research International 1(3):164-168.
Ly J. 1998. Improving coconut meal-based diet value for pigs by supplementing tamarind seeds and fishmeal. Buletin Nutrisi 3(2):17-22.
Mahto B, Singh AK, Mahto D, Kumar H, Kumar B. 2010. Effect of tamarind seed (Tamarindicusindica) feeding on feed intake and nutrient utilization in desi pigs. Indian J Anim 44(3):205-207.
Piliang WG. 2000. Fisiologi Nutrisi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
PugalenthiM, Vadivel V, Gurumoorthi P, Janardhanan K. 2004. Comperative nutrtitional evaluation of little known legumes, Tamarindus indica, Erythrina indica and Sesbania bispinosa. Tropical and Subtropical Agroecosystems 4(3):107-123.
RamakrishnanK, Krishnan MRV. 1994. Tannin – classification, analysis and applications. Ancient Science of Life8(3): 232 – 238.
Sembiring S, Sanam MUE, Suryani N. 2010. pemenfaatan tepung biji asam timor dalam ransum yang disuplementasi probiotik pada ternak babi fase starter sampai grower. Laporan Penelitian Undana, Kupang.
Singh D, Wangchu L, Moond SK. 2007. Processed products of tamarind. Natural Product Radiance 6(4):315-321.
Steel RGD, Torie JH, Dickey DA. 1997. Principles And Procedures Of Statistics:A Biometrical Approach 3rd Editon. McGraw-Hill.Book.
Supriyati, Pasaribu T, Hamid H, Sinurat A. 1998. Fermentasi bungkil inti sawit secara substrat padat dengan menggunakan Aspergillus niger. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 3(3):165-170.
Surkayana Y, Atmomarsono U, Yunianto DV, Supriyatna E. 2011. Peningkatan nilai kecernaan protein kasar dan lemak kasar produk fermentasi campuran bungkil inti sawit dan dedak padi pada broiler. Jurnal ITP 1(3):167-172.
Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprojo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S. 1986. Ilmu makanan ternak dasar. Gadjah Mada University Press. Fakultas Peternakan UGM.
Ullu YT. 2011. Pengaruh penggunaan tepung biji asam dan probiotik dalam pakan terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik babi peranakan landrance umur sapihan. Skripsi. Fapet Undana.
Umiyasih U, Aggraeni YN. 2008. Pengaruh fermentasi Saccharomyces cerevisiae terhadap kandungan nutrisi dan kecernaan ampas pati aren (Arenga pinnata Merr). Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Grati, Pasuruan.
Wea R, Koten BB, Koni NI. 2012. Identifikasi komposisi tubuh dan performans produksi babi lokal jantan yang mengonsumsi pakan olahan biji asam dalam ransum. Laporan Penelitian Politeknik Pertanian Negeri Kupang.