TAMPILAN ESTRUS DAN TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN KAMBING KACANG YANG DIINDUKSI MENGGUNAKAN PROSTAGLANDIN F2α (ESTRONTM BIOVETA) DENGAN DOSIS YANG BERBEDA
Abstract
The aim of this study was to evaluate the effect of different levels of PGF2α (Estron ™ bioveta) induction on estrus performance and artificial insemination of kacang does. Sixteen parous kacang does (3-4 years) were used in the study. The aniamls were housed in group following a block randomized design of 4 treatments with 4 blocks. The 4 treatments offered were: injection with physiological NaCl (P0); 0.25 mL PGF2α (P1); 0.50 mL PGF2α (P2); and 0.75 mL PGF2α (P3). Variable measured were: estrus intensity, estrus percentage, estrus duration, service per conception, and conception rate. All data collected were descriptively analyzed. Kacang does injected with PGF2α 0.5-0.75 mL resulted in higher estrus (100%) for P2 and P3, respectively than those injected with 0, 25 mL (P1). The higher estrus intensity was recorded for does had treatment P1 and P2 (score 3) than those treated with P0 and P1 (score 1-2). Goats injected P2 and P3 had longer estrus duration (38.75 - 45.50 hours) than P1 and P0 (32.67- 37.33 hours). Furthermore, the higher conception rate were recorded for P1 (66.67% S/C 1.33), followed by P0 (33.33% S/C 1.67), P2 (0.75 S/C 1.75), and P3 (25% S/C 1.75), respectively. Therefore, it can be concluded that does injected with 0.25 mL PGF2α (Estron ™, Bioveta) had highest conception rate.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh induksi PGF2α dengan berbagai dosis yang berbeda terhadap tampilan estrus dan tingkat keberhasilan inseminasi buatan (IB) kambing kacang. Penelitian ini menggunakan kambing kacang betina sebanyak 16 ekor dengan umur 3-4 tahun. Ternak dikandangkan secara koloni mengikuti pola rancangan acak kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang dicobakan adalah injeksi menggunakan NaCl fisiologis (P0), 0,25 mL PGF2α (P1), 0,50 mL PGF2α (P2), dan 0,75 mL PGF2α (P3). Parameter yang diukur adalah intensitas estrus, persentase estrus, lama estrus, service per conception, dan persentase kebuntingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa injeksi PGF2α sebanyak 0,5 mL (P2) dan 0,75 mL (P3) pada kedua perlakuan menghasilkan persentase estrus 100%, lebih tinggi daripada yang dinjeksi 0,25 mL (P1) hanya 75%. Tampilan intensitas estrus lebih tinggi pada perlakuan P1 dan P2 dengan skor 3, sedangkan P0 dan P1 hanya menunjukkan intensitas estrus dengan skor 1-2. Demikian juga dengan lama estrus P2 dan P3 mencapai 38,75 – 45,50 jam pada perlakuan, lebih lama daripada P1 dan P0 dengan lama estrus 32,67 – 37,33 jam. Angka kebuntingan tertinggi ditunjukkan pada perlakuan P1 66,67% dan 1,33 untuk nilai services per conception diikuti dengan P0 yaitu 33,33% dan 1,67; dan angka kebuntingan terendah terdapat pada perlakuan P2 dan P3 dan 0,75 yaitu 25% dan 1,75. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa injeksi PGF2α ( Estron™, Bioveta ) sebanyak 0,25 mL menghasilkan angka kebuntingan tertinggi
Downloads
References
Alvarez RH, CF Meireles , JV de Oleviera, JR Pozzi, FG de Costra. 1998. Introduction of oestrus and luteolysis in cows injected intramuscularly with a small dose of cloprostenol. Anim. Breed. 58(11): 1007-1017.
Atmamihardja S. 1982. Derajat kebuntingan kambing kacang yang estrusnya diseragamkan dengan PGF2α serta dikawinkan secara alami, inseminasi buatan dengan mani cair dan beku butiran. Tesis. Bogor: IPB Bogor
Astuti M. 2004. Potensi dan keragamansum berdaya genetik Sapi Peranakan Ongole (PO). Lokakarya nasional sapi potong. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Achjadi K. 2007. Manajemen pengembangan bioteknologi reproduksi pada kambing. bagian reproduksi dan kebidanan. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Budiarsana IGM, IK Sutama. 2001. Fertilisasi kambing peranakan ettawah pada perkawinan alami dan inseminasi buatan. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. 85-92.
Britt JH. 1993. Induction and sincronization of ovulation. In Reproduction in Farm Animals. Hafez, E.S.E. (Ed.). 6th ed. Lea & Febiger Co., Philadelphia.
Davendra C, M Burns. 1994. Produksi kambing di daerah tropis. Terjemahan : I. D. K. Harya Putra. ITB Bandung.
Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2015. Gertak estrus dan inseminasi buatan (GBIB). Jakarta.
Dewi RR, Wahyuningsih, DH Widayati. 2011. Respon estrus pada kambing peranakan etawah dengan body condition score 2 dan 3 terhadap kombinasi implant controlled internal drug release jangka pendek dengan injeksi prostaglandin F2 Alpha. Jurnal Kedokteran Hewan 5: 11-14.
Fatet A, Teresa M, Pellicer Rubio, Leboeuf P. 2011. Reproductive cycle of goats. Anim Reprod Sci. 124: 211–219.
Feradis. 2010. Bioteknologi reproduksi pada ternak. Bandung: Alfabeta. Pp. 42-50.
Gall CWP, Phillipen H. 1981. Perspective on utilization goats. Anim. Res. and Developmt. 19: 7-16.
Hafez ESE. 1993. Semen evaluation. In Hafez ESE. (Ed): Reproduction in farm animals. Philadelphia. Lea and Febiger.
Hardjopranjoto S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press, Surabaya.
Suharyati S. 1999. Pengaruh pemberian pregnant mare serum gonadotrophin dan human chorionic gonadotrophin terhadap kinerja reproduksi kambing peranakan etawah yang disinkronisasi estrus dengan progesteron. Tesis. Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Hafez ESE, B Hafez. 2000. Reproduction in farm animal's. Ed ke-7. Philadelphia : Lea and Febigher.
Hamdan, TN Siregar. 2004. Perbandingan sistem sinkronisasi singkat dengan sistem sinkronisasi standar terhadap tampilan estrus kambing lokal. JIIP VII (3): 17-22.
Hafizuddin WN, TN Sari, Siregar, Hamdan. 2011. Persentase berahi dan kebuntingan kambing peranakan etawah (PE) setelah pemberian beberapa hormon prostaglandin komersial. J. Ked. Hewan. 5(2): 84-88.
Hartatik TD, A Mahardika, TSM Widi, E Baliarti. 2009. Karakteristik dan kinerja induksapi silangan limousin-madura dan madura diKabupaten Sumenep dan Pamekasan. Buletin Peternakan. 33 (3): 143-147.
Ihsan MN, S Wahjuningsih. 2011. Penampilan reproduksi sapi potong di Kabupaten Bojonegoro. Jurnal TernakTropika 12 (2): 76-80.
Jainudeen MR , ESE Hafez. 2008. Cattle and buffalo. Reproduction in farm animals. 7 Edition. Edited by Hafez E. S. E. LippincottWilliams & Wilkins. Maryland. USA.159: 171.
Kementerian Pertanian RI. 2011. Roadmap diversifikasi badan ketahanan pangan. Penerbit: Kementerian Pertanian
Kune P, N Solihati. 2007. Tampilan berahi dan tingkat kesuburan sapi bali timor yang diinseminasi. J. Ilmu Ternak. 7:1-5.
Lammoglia MA, RE Short, SE Bellows, MD Macneil, HD Hafs. 1998. Induced and synchronized estrus in cattle. J. Anim. Sci. 76:1662-1670.
Leksanawati AY. 2010. Penampilan reproduksi induk sapi perah peranakan friesian holstein di kelompok ternak kud mojosongo boyolali. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Mauridatun R. 2014. Hubungan antara intensitas estrus dengan konsentrasi estradiol sapi lokal pada saat inseminasi buatan. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh
Nalley WM, Handarini MR, Rizal M, Arifiantini RI, Yusuf TS, Purwantara B. 2011. Penentuan siklus estrus berdasarkan gambaran sitologi vagina dan profil hormone pada rusa timor. J. Vet. 12: 98-106.
Nuti L, J Bretzlaff , KN Elmore, RG Meyers, SA Regsla, JN Brinslev, SP Blahohard, TLPG Weston. 1992. Synchronnization of estrus in dairy goat treated with PGF2á various stages of the oestrus cycle. Am J Vet Res 52: 934-937.
Odde KG. 1990. A review of synchronization of estrus in postpartum cattle. J. Anim. Sci. 68:817-830
Okuda K, DJ Skarzynki. 2000. Luteal prostaglandin f2a: new concepts of pgf2a secretion and its actions wi thi n bovine corpus luteum. Asian-Aus, J.Anim.Sci. 13(3) : 390-400.
Rajamahendra R, PC Sianangama. 1992. Effect of dominant follicles in cows: formation of accessory corpora lutea, progesterone production and pregnancy rates. J Reprod Fert 95:577-584.
Rusdin, Ridwan. 2006. Pengaruh induksi cairan folikel sapi terhadap non return rate dan angka konsepsi domba ekor gemuk (Ovis aries). J. Agroland. Vol. 13 (2): 181-185.
Santoso, Amrozi, B Purwantara, Herdis. 2014. Gambaran ultrasonografi ovarium kambing kacang yang disinkronisasi dengan hormon prostaglandin F2 alfa (PGF2) dosis tunggal. J. Ked. Hewan. 8(1): 38-42.
Salazar H, BJA Furr, GK Smith, M Bentky, A Gonzales, Angulo. 1976. Luteolytic effects of a prostaglandin anolangue, cloprostenol (ICI.80,996) in rats :ultrastructular and biochemical observation. Biology of Reproduction. 14: 458-472
Siregar TN, G Riady, Al Azhar, H Budiman, T Armansyah. 2001. Pengaruh pemberian prostaglandin F2a terhadap tampilan reproduksi kambing lokal. J Medika Vet. 1: 61-65.
Siregar TN, Armansyah , T Sayuti, A Syafruddin. 2010. Tampilan reproduksi kambing betina lokal yang induksi berahinya dilakukan dengan sistem sinkronisasi singkat. J. Veteriner. 11 (1):30-35.
Siregar TN, Siregar, IK Armansyah, T Syafruddin, Sayuti, A Hamdani. 2013. Tampilan reproduksi kambing local hasil induksi superovulasi dengan ektrak pituitary sapi. J Veteriner 4(1): 91-98.
Semiadi G, IK Sutama, Y Syaefudin. 2003. Sikronisasi estrus pada kambing peranakan etawah menggunakan CIDR-G. J Anim Prod 5 (2): 83-86.
Solihati N. 2005. Tingkat keberhasilan kebuntingan dan ketepatan jenis kelamin hasil inseminasi buatan menggunakan semen beku sexing pada sapi Peranakan Ongole. Animal Production. 7(3):162-163.
Susilawati T, L Affandi. 2004. Tantangan dan peluang peningkatan produktivitas sapi potong melalui teknologi reproduksi. Lokakarya penelitian sapi Potong Grati, Pasuruan. Fakultas Peternakan. UB. Malang.
Suharyati S. 1999. Pengaruh pemberian pregnant mare serum gonadotrophin dan human chorionic gonadotrophin terhadap kinerja reproduksi kambing peranakan etawah yang disinkronisasi estrus dengan progesteron. Tesis. Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sutama IK. 2011. Inovasi teknologi reproduksi mendukung pengembangan kambing perah lokal. Pengembangan Inovasi Pertanian. (4): 231-246.
Skarzynki, DJY Miyamoto, K Okuda. 2000. Production of PGF2a cultured bovi ne endometrial cells in response to tumor necrosi s factor: cells type specifici t y an d intracelluler mechanism. Biol. Reprod. 62(5):1116-1120
Syafruddin TN, Siregar, Herrialfian, T Armansyah, ArmanSayuti, Roslizawaty. 2010. efektivitas pemberian ekstrak vesikula seminalis terhadap persentase berahi dan kebuntingan pada kambing lokal. Jurnal Kedokteran Hewan. 4(2):53-60.
Tambing NS, M Gazali, B Purwantara. 2001. Pemberdayaan teknologi inseminasi buatan pada ternak kambing. Wartazoa. Vol.11 No.1. 13 (2): 18
Toelihere MR. 1981. Fisiologi reproduksi pada ternak. Penerbit Angkasa, Bandung.
Wildeus S. 2000. Current concept in synchronization of estrus: goat and sheep. Pusat Studi Pertanian.
Wumbu MI. 2003. Pengaruh pemberian implan progesteron dan berbagai dosis estradiol benzoat terhadap estrus dan kebuntingan pada domba ekor gemuk. Tesis. Program
Pascasarjana Universitas Padjadjran, Bandung.
Wurlina. 2005. Pengaruh berbagai dosis prostaglandin F2α terhadap kualitas estrus pada kambing lokal. Media Kedokteran Hewan. 21 (2): 84-87.
Yoshida C, T Nakao. 2005. Response of plasma cortisol and progesterone after acth challenge in ovariectomized lactating dairy cows. Journal of Reproduction and Development, 51(1).
Zainuddin M, MN Ihsan, Suyadi. 2015. Efisiensi reproduksi sapi PFH pada berbagai umur di CV. Milikindo Berka Abadi Desa Tegalsari Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.